Selasa, 04 November 2014

TEOLOGI FEMINISME

TEOLOGI FEMINISME
Teologi feminis adalah gerakan teologi yang bersama-sama melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dalam hal keadilan sosial bagi perempuan.  Teologi feminis berusaha untuk melihat kekayaan dan keterbatasan dari Alkitab dan literatur Kristen, serta berusaha untuk memberikan perubahan pemikiran, baik di Gereja maupun dalam institusi akademis.  Ide pokok dalam teologi feminis adalah keberatan terhadap tradisi kekristenan tentang hubungan antara perempuan dengan keilahian.  Teolog-teolog feminis berpendapat bahwa perempuan dapat menggambarkan Allah, baik secara penuh maupun terbatas, sama seperti Allah yang digambarkan melalui laki-laki.
Sejarah feminisme dapat dilihat sebagai berikut:
  • Setelah Revolusi Amerika 1776 dan Revolusi Prancis pada 1792 berkembang pemikiran bahwa posisi perempuan kurang beruntung daripada laki-laki dalam realitas sosialnya. Ketika itu, perempuan, baik dari kalangan atas, menengah ataupun bawah, tidak memiliki hak-hak seperti hak untuk mendapatkan pendidikan, berpolitik, hak atas milik dan pekerjaan.  Oleh karena itulah, kedudukan perempuan tidaklah sama dengan laki-laki dihadapan hukum.  Pada 1785 perkumpulan masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di Middelburg, sebuah kota di selatan Belanda.
  • Kata feminisme dicetuskan pertama kali oleh aktivis sosialis utopis, Charles Fourier pada tahun 1837.  Pergerakan yang berpusat di Eropa ini berpindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak publikasi John Stuart Mill, "Perempuan sebagai Subyek" ( The Subjection of Women) pada tahun (1869).  Perjuangan mereka menandai kelahiran feminisme Gelombang Pertama.
  • Pada awalnya gerakan ditujukan untuk mengakhiri masa-masa pemasungan terhadap kebebasan perempuan.  Secara umum kaum perempuan (feminin) merasa dirugikan dalam semua bidang dan dinomor duakan oleh kaum laki-laki (maskulin) dalam bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan politik khususnya - terutama dalam masyarakat yang bersifat patriarki.  Dalam masyarakat tradisional yang berorientasi Agraris, kaum laki-laki cenderung ditempatkan di depan, di luar rumah, sementara kaum perempuan di dalam rumah.  Situasi ini mulai mengalami perubahan ketika datangnya era Liberalisme di Eropa dan terjadinya Revolusi Perancis di abad ke-XVIII yang merambah ke Amerika Serikat dan ke seluruh dunia.
  • Adanya fundamentalisme agama yang melakukan opresi terhadap kaum perempuan memperburuk situasi.  Di lingkungan agama Kristen terjadi praktik-praktik dan kotbah-kotbah yang menunjang hal ini ditilik dari banyaknya gereja menolak adanya pendeta perempuan, dan beberapa jabatan "tua" hanya dapat dijabat oleh pria.
  • Pergerakan di Eropa untuk "menaikkan derajat kaum perempuan" disusul oleh Amerika Serikat saat terjadi revolusi sosial dan politik.  Pada tahun 1792 Mary Wollstonecraft membuat karya tulis berjudul "Mempertahankan Hak-hak Wanita" (Vindication of the Right of Woman) yang berisi prinsip-prinsip feminisme dasar yang digunakan dikemudian hari.
  • Pada tahun-tahun 1830-1840 sejalan terhadap pemberantasan praktik perbudakan, hak-hak kaum prempuan mulai diperhatikan dengan adanya perbaikan dalam jam kerja dan gaji perempuan , diberi kesempatan ikut dalam pendidikan, serta hak pilih.
  • Menjelang abad 19 feminisme lahir menjadi gerakan yang cukup mendapatkan perhatian dari para perempuan kulit putih di Eropa.  Perempuan di negara-negara penjajah Eropa memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai keterikatan (perempuan) universal (universal sisterhood).
  • Pada tahun 1960 munculnya negara-negara baru, menjadi awal bagi perempuan mendapatkan hak pilih dan selanjutnya ikut ranah politik kenegaraan dengan diikutsertakannya perempuan dalam hak suara parlemen.  Gelombang kedua ini dipelopori oleh para feminis Perancis seperti Helene Cixous (seorang Yahudi kelahiran Aljazair yang kemudian menetap di Perancis) dan Julia Kristeva (seorang Bulgaria yang kemudian menetap di Perancis) bersamaan dengan kelahiran dekonstruksionis, Derrida. Dalam the Laugh of the Medusa, Cixous mengkritik logosentrisme yang banyak didominasi oleh nilai-nilai maskulin.  
  • Banyak feminis-individualis kulit putih, meskipun tidak semua, mengarahkan obyek penelitiannya pada perempuan-perempuan dunia ketiga seperti Afrika, Asia dan Amerika Selatan.

Pandangan yang merendahkan wanita bukan hanya terdapat di luar kekristenan, di dalam kekristenan pun hal ini menonjol.  Tragisnya seringkali wanita dianggap sama dengan benda, binatang, budak.  Wanita dianggap sebagai harta milik, objek, polusi yang membahayakan, dan yang paling keras adalah wanita dinilai tidak mampu menjadi gambar Allah.  Dengan demikian, wanita dilarang menjadi pemimpin, pengkhotbah, atau pengajar dalam ibadah maupun pelayanan gereja.
Salah satu yang menonjol dalam teologi feminisme adalah teologi feminisme liberal. Teologi feminis liberal ini dipelopori oleh beberapa orang antara lain Rosemary Ruether, Letty M., dan Elizabeth S.F.   Apa yang disebut sebagai Feminisme Liberal ialah terdapat pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual.  Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik.  Setiap manusia demikian menurut mereka- punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada perempuan.  Akar ketertindasan dan keterbelakangan pada perempuan ialah karena disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki.
Feminis Liberal memiliki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasal dari teori pluralisme negara. Mereka menyadari bahwa negara itu didominasi oleh kaum Pria, yang terefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat “maskulin”, tetapi mereka juga menganggap bahwa negara dapat didominasi kuat oleh kepentingan dan pengaruh kaum pria tadi.  Singkatnya, negara adalah cerminan dari kelompok kepentingan yang memang memiliki kendali atas negara tersebut. Untuk kebanyakan kaum Liberal Feminis, perempuan cendrung berada “di dalam” negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat kebijakan.  Sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam politik atau bernegara.  Juga dalam perkembangan berikutnya, pandangan dari kaum Feminist Liberal mengenai “kesetaraan” setidaknya memiliki pengaruhnya tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan kesetaraan perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan di sebuah negara”.
Tokoh aliran ini adalah Naomi Wolf, sebagai "Feminisme Kekuatan" yang merupakan solusi.  Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada lelaki.
Feminisme liberal mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka adalah golongan tertindas.  Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik dikampanyekan sebagai hal yang tidak produktif dan menempatkan wanita pada posisi sub-ordinat.  Budaya masyarakat Amerika yang materialistis, mengukur segala sesuatu dari materi, dan individualis sangat mendukung keberhasilan feminisme.  Wanita-wanita tergiring keluar rumah, berkarier dengan bebas dan tidak tergantung lagi pada pria.
Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraaan rasionalitas.  Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki.  Permasalahannya terletak pada produk kebijakan negara yang bias gender.   Oleh karena itu, pada abad 18 sering muncul tuntutan agar prempuan mendapat pendidikan yang sama, di abad 19 banyak upaya memperjuangkan kesempatan hak sipil dan ekonomi bagi perempuan, dan di abad 20 organisasi-organisasi perempuan mulai dibentuk untuk menentang diskriminasi seksual di bidang politik, sosial, ekonomi, maupun personal.  Dalam konteks Indonesia, reformasi hukum yang berprerspektif keadilan melalui desakan 30% kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah kontribusi dari pengalaman feminis liberal.

TANGGAPAN
Setelah mempelajari teologi feminis, ada berapa hal yang penulis dapatkan adalah bahwa wanita setara dengan kaum pria.  Meskipun kekuatannya terletak berbeda namun perempuan juga dapat melakukan apa yang dapat dilakukan oleh laki-laki.  Dengan demikian teologi feminis memperjuangkan hak-hak perempuan sama dengan laki-laki.  Dan hal ini dipandang sangat baik oleh kaum perempuan.
Tanggapan positif: secara umum gerakan feminisme ini memiliki dampak yang kuat bagi kaum wanita untuk dapat berkarya dan membenahi diri, menyalurkan potensi, serta memaksimalkan dedikasi bekerja seperti halnya juga laki-laki.  Perempuan mendapat kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk terlibat dalam pemerintahan dan menjabat tugas tertentu.  Hal ini menyadarkan bahwa perempuan memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki baik dalam memimpin, mengajar atau pun bekerja.  Teologi feminis ini menyadarkan manusia tentang kasih Allah yang tidak pilih kasih dan tidak melihat rupa.  Allah menyelamatkan dunia, bukan hanya laki-laki saja tetapi semua gendre, terdiri dari laki-laki dan  perempuan.  Sehingga wanita tidak boleh direndahkan apalagi dipandang sebagai harta milik atau objek seks.  Ketika Tuhan merencanakan keselamatan, Tuhan merencanakannya untuk semua manusia.  Bahkan Tuhan memakai rahim Maria untuk mengandung bayi Yesus.
Tanggapan negatif: gerakan feminisme ini membuat kaum perempuan seolah-olah menyangkali kodratnya sebagai seorang wanita yang diberi tugas oleh Allah untuk mengurus rumah tangga dan mengajar anak-anak.  Wanita cenderung menguasai laki-laki.  Pada teologi feminis liberal, wanita terseret dalam persaingan dengan laki-laki dalam dunia karir.  Wanita yang berkarir tidak dapat maksimal untuk mengurus rumah tangga.  Hal ini mengakibatkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga.  Anak-anak tidak dapat merasakan kasih sayang sepenuhnya dari orangtua, dengan demikian sangat rawan terjadi bagi anak hal-hal yang tidak diinginkan.  Wanita boleh berkarir tetapi jangan salah motivasi.  Jika motivasinya bersaing dan menginginkan materi secara berlebihan itu hanya mengakibatkan dosa.  Selain itu, wanita yang berkarir juga harus dapat membagi waktunya untuk mengurus keluarga, suami dan anak-anak serta mendidik anak-anak melakukan hal yang baik.
Sumber: ol.www.wikipdeia dan bahan dari dosen Pengasuh Mata Kuliah Teologi Kontemporer.
  1. Rosemarie Tong. 1997. Feminist Thought : A Comprehensive Introduction. USA : Westview Press
  2. Rosemarie.1997.Feminist Thought : A Comprehensive Introduction.USA:Westview Press
  3. Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Tong
  4. Hay, Colin et all (eds). The State : Theories and Issues (Palgrave, 2006)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar