Kamis, 20 November 2014

INDONESIA MISKIN LAGU ANAK-ANAK

Setiap lagu yang beredar di masyarakat akan mempengaruhi setiap pendengar lagu untuk menyanyikan lagu itu.  Penggemarnya bukan hanya anak muda, orangtua, remaja, dan bahkan anak kecil di bawah 5 tahun sekalipun.

Saat ini Indonesia miskin akan lagu-lagu yang cocok untuk anak kecil.  Audisi-audisi yang dilaksanakan oleh televisi memperlihatkan bagaimana gambaran anak Indonesia.  Kebanyakan anak-anak yang masih usia SD sudah menyanyikan lagu-lagu dewasa.

Sebenarnya, jika dibanding dengan zaman dahulu ketika saya masih kecil, sangat jauh berbeda.  Dahulu anak-anak masih suka menyanyikan lagu anak-anak.  Pada saat itu muncul artis-artis cilik seperti Agnes Monica, Gita Gutawa, dll.  Namun saat ini sangat jarang ditemukan lagu khusus anak-anak.  Memang ada, namun harus diakui bahwa sudah tidak semenarik dahulu.
Demikian juga tontonan anak-anak pada saat ini,tak lagi menggemari tontonan yang seyogianya bagi anak-anak kecil.  Saat ini bahkan anak lebih suka menonton sinetron daripada film-film boneka.  Menurut saya, ini salah satu hal yang memicu terjadinya kenakalan remaja.  Karena konsumsi audio-visual anak tersebut sangat mempengaruhi perkembangannya di masa yang akan datang.

Sebagai orangtua, seharusnya sangat berhati-hati untuk memperhatikan hal ini.  Lagu-lagu yang tidak mendidik dari sinetron-sinetron pun bertebaran. Contohnya: Bapak mana dimana?, Munaroh bang ocit datang, sakitnya tuh di sini, dll. Sebenarnya, secara logika lagu-lagu itu tidak mendidik bagi anak-anak kita.  Mari kita lebih selektif untuk memilihkan tontonan dan musik yang didengarkan anak.  Lagu-lagu di atas hanya menghibur orang-orang yang mengerti artinya, namun tidak menghasilkan dampak positif bagi anak-anak.  Yang ada malah dampak negatif.

Jika dilihat sekarang ini, anak-anak usia SD-SMP justru banyak yang tidak hafal lagu kebangsaan dan lagu-lagu wajib.  Namun, lagu-lagu pasaran sangat melekat di hati mereka.


Guru dan orangtua kiranya dapat bekerjasama untuk mengarahkan anak-anak, generasi bangsa Indonesia kepada hal-hal yang positif dan membangun.

BERPISAH DENGAN SUAMI

Sering kali aku mengeluh dengan keadaan yang saya hadapi dalam rumah tanggaku.  Saya terlalu menumpuk segudang kekuatiran di hadapanku.  Suamiku mau berlayar aja aku sudah hampir pingsan membayangkan ketika ia bakal meninggalkan kami.

Saya selalu berfokus pada hal-hal kecil, misalnya: siapa yang akan bayar tagihan listrik, siapa yang pergi beli beras, air isi ulang, siapa yang akan mengantar saya kalau anak imunisasi, siapa yang akan menemani kami tidur, dsbg.
Semua itu adalah hal-hal kecil yang menutupi mata saya dan menggelapkan pikiran saya, sehingga saya lupa bahwa dengan suami pergi, saya akan menerima gaji setiap bulan, menjalankan apa yang menjadi impian kami, dan mengatur keuangan kami.  

Sungguh-sungguh saya tidak bisa memikirkan itu semua.  Lalu suatu saat saya mendapatkan kabar bahwa suami saya pending berangkatnya.  Saya langsung shock, intinya saya juga sedih jika suami saya tidak melanjutkan pekerjaan.

Sebenarnya apa yang terjadi?
Saya sangat lemah dengan perasaan ini.  Saya sangat takut berpisah dan kehilangan.  Rasanya jika dia pergi ada bagian besar yang bolong dalam hidupku.  Inilah penyebabnya. 

Saya berlutut dan berdoa kepada Tuhan, saya memohon supaya keberangkatan suami saya mendatangkan sukacita dan damai sejahtera dalam hati kami.  Lambat laun semua rasa itu semakin lenyap.  Saya harus bisa. Ini jalan saya yang harus saya lalui.
Bukankah pada masa-masa sebelumnya justru saya sudah melewati ini semua dengan tegar, meskipun waktu itu sendirian?


Kali ini juga Tuhan pasti memampukan. Amin.