Kamis, 20 November 2014

BERPISAH DENGAN SUAMI

Sering kali aku mengeluh dengan keadaan yang saya hadapi dalam rumah tanggaku.  Saya terlalu menumpuk segudang kekuatiran di hadapanku.  Suamiku mau berlayar aja aku sudah hampir pingsan membayangkan ketika ia bakal meninggalkan kami.

Saya selalu berfokus pada hal-hal kecil, misalnya: siapa yang akan bayar tagihan listrik, siapa yang pergi beli beras, air isi ulang, siapa yang akan mengantar saya kalau anak imunisasi, siapa yang akan menemani kami tidur, dsbg.
Semua itu adalah hal-hal kecil yang menutupi mata saya dan menggelapkan pikiran saya, sehingga saya lupa bahwa dengan suami pergi, saya akan menerima gaji setiap bulan, menjalankan apa yang menjadi impian kami, dan mengatur keuangan kami.  

Sungguh-sungguh saya tidak bisa memikirkan itu semua.  Lalu suatu saat saya mendapatkan kabar bahwa suami saya pending berangkatnya.  Saya langsung shock, intinya saya juga sedih jika suami saya tidak melanjutkan pekerjaan.

Sebenarnya apa yang terjadi?
Saya sangat lemah dengan perasaan ini.  Saya sangat takut berpisah dan kehilangan.  Rasanya jika dia pergi ada bagian besar yang bolong dalam hidupku.  Inilah penyebabnya. 

Saya berlutut dan berdoa kepada Tuhan, saya memohon supaya keberangkatan suami saya mendatangkan sukacita dan damai sejahtera dalam hati kami.  Lambat laun semua rasa itu semakin lenyap.  Saya harus bisa. Ini jalan saya yang harus saya lalui.
Bukankah pada masa-masa sebelumnya justru saya sudah melewati ini semua dengan tegar, meskipun waktu itu sendirian?


Kali ini juga Tuhan pasti memampukan. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar