Sering kali aku mengeluh dengan
keadaan yang saya hadapi dalam rumah tanggaku.
Saya terlalu menumpuk segudang kekuatiran di hadapanku. Suamiku mau berlayar aja aku sudah hampir
pingsan membayangkan ketika ia bakal meninggalkan kami.
Saya selalu berfokus pada hal-hal
kecil, misalnya: siapa yang akan bayar tagihan listrik, siapa yang pergi beli
beras, air isi ulang, siapa yang akan mengantar saya kalau anak imunisasi,
siapa yang akan menemani kami tidur, dsbg.
Semua itu adalah hal-hal kecil
yang menutupi mata saya dan menggelapkan pikiran saya, sehingga saya lupa bahwa
dengan suami pergi, saya akan menerima gaji setiap bulan, menjalankan apa yang
menjadi impian kami, dan mengatur keuangan kami.
Sungguh-sungguh saya tidak bisa memikirkan
itu semua. Lalu suatu saat saya
mendapatkan kabar bahwa suami saya pending berangkatnya. Saya langsung shock, intinya saya juga sedih
jika suami saya tidak melanjutkan pekerjaan.
Sebenarnya apa yang terjadi?
Saya sangat lemah dengan perasaan
ini. Saya sangat takut berpisah dan
kehilangan. Rasanya jika dia pergi ada
bagian besar yang bolong dalam hidupku. Inilah
penyebabnya.
Saya berlutut dan berdoa kepada
Tuhan, saya memohon supaya keberangkatan suami saya mendatangkan sukacita dan
damai sejahtera dalam hati kami. Lambat laun
semua rasa itu semakin lenyap. Saya harus
bisa. Ini jalan saya yang harus saya lalui.
Bukankah pada masa-masa
sebelumnya justru saya sudah melewati ini semua dengan tegar, meskipun waktu
itu sendirian?
Kali ini juga Tuhan pasti memampukan. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar