POLA-POLA
PENAFSIRAN AMILLENIALISME, POSTMILLENIALISME DAN PREMILLENIALISME ATAS KITAB
WAHYU
Kedatangan Kristus yang kedua kali merupakan hal yang
penting di dalam kekristenan.
Sebagaimana dipaparkan dalam kitab Wahyu 20:1-6 mengenai kerajaan seribu
tahun. Hal telah menarik perhatian para
teolog sehingga pada akhirnya memiliki pandangan yang berbeda-beda. Perbedaan paham masing-masing kelompok baik
amillenialisme, postmillenialisme dan premillenialisme merupakan dampak dari
kepercayaan dan tafsiran para teolog tersebut atas kerajaan seribu tahun.
Kerajaan Seribu Tahun dimaknai oleh sebagian orang Kristen
sebagai periode literal di mana di dalamnya terdapat situasi yang damai dan
makmur yang akan terjadi selama 1000 tahun. Sebagian lainnya menafsirkan Kerajaan Seribu Tahun secara
simbolis dan tidak membatasinya dalam kurun waktu tertentu. Mereka meyakini bahwa kerajaan 1000 tahun akan berakhir pada
kedatangan Yesus yang kedua, kebangkitan orang mati, dan penghakiman terakhir.
Akhir zaman sudah meluas di dalam dunia melalui pemberitaan
injil, dan karya penyelamatan dari Roh Kudus pada setiap pribadi yang percaya. Orang-orang pun akan tampak, dan pada
akhirnya dalam periode waktu yang panjang Kristus akan datang membawa damai dan
sebuah kebenaran yang mutlak. Kedatangan Kristus akan diikuti segera
dengan kebangkitan umum, penghakiman secara umum dan dunia baru dari surga
serta neraka dalam kesempurnaannya.
A. POLA PENAFSIRAN AMILENIALISME
Amilenialisme adalah istilah bagi ajaran yang meyakini bahwa kerajaan
seribu tahun itu tidak ada.[1] Para penganut pandangan ini menolak ajaran pra-milenialisme maupun postmilenialisme. Mereka memercayai bahwa sebelum kedatangan
Kristus yang kedua, maupun masa sesudah
kedatangannya, dunia akan berisi kejahatan dan kebaikan sekaligus. Menurut pandangan Amilenialisme, pada
masa kini Kerajaan Allah sudah hadir melalui
pemerintahan Kristus dari sorga, pesan-pesan Alkitab, karya pelayanan gereja, dan pekerjaan Roh Kudus. Kemudian nanti akan datang masa "Kesengsaraan
Besar" (tribulasi) yang akan dialami
hingga kedatangan kembali Kristus di dunia yang waktunya tidak diketahui.[2]
“Sebenarnya istilah amillenialisme bukanlah istilah yang tepat. Istilah ini memberikan kesan
bahwa orang-orang amilenialis adalah mereka yang tidak mempercayai
adanya milenium atau orang-orang yang mengabaikan enam
ayat pertama dari Wahyu 20, yaitu bagian yang berbicara tentang
pemerintahan milenium. Kedua tuduhan
ini tidak benar. meskipun memang harus diakui bahwa orang amilenialis tidak
mempercayai adanya pemerintahan seribu tahun secara harafiah yang
mengikuti kedatangan Yesus Kristus kembali, namun tetap istilah amilenialisme
itu sendiri bukanlah istilah yang akurat untuk menjelaskan pandangan mereka.
Jay E. Adams, dalam bukunya The Times is at Hand, mengusulkan agar istilah amilenialisme diganti dengan istilah milenialisme yang telah terwujud (realized millennialism). Istilah adams ini sebenarnya lebih mewaliki pandangan orang-orang "amilenialisme" sebab pada hakikatnya amilenialis percaya bahwa milenium yang disebutkan dalam Wahyu 20 tidak secara eksklusif menunjuk kepada masa yang akan datang, melainkan sekarang ini sedang dalam proses untuk tergenapi. namun demikian istilah milenialisme yang telah terwujud terasa agak janggal., disamping juga tidak menguntungkan. sebab itu istilah yang lebih singkat dan lebih umum yang dipakai ialah amilenialisme.[3]
Jay E. Adams, dalam bukunya The Times is at Hand, mengusulkan agar istilah amilenialisme diganti dengan istilah milenialisme yang telah terwujud (realized millennialism). Istilah adams ini sebenarnya lebih mewaliki pandangan orang-orang "amilenialisme" sebab pada hakikatnya amilenialis percaya bahwa milenium yang disebutkan dalam Wahyu 20 tidak secara eksklusif menunjuk kepada masa yang akan datang, melainkan sekarang ini sedang dalam proses untuk tergenapi. namun demikian istilah milenialisme yang telah terwujud terasa agak janggal., disamping juga tidak menguntungkan. sebab itu istilah yang lebih singkat dan lebih umum yang dipakai ialah amilenialisme.[3]
Pandangan amillenialis tidak bermaksud menentang doktrin
millenium. Mereka hanya tidak percaya
dan tidak mengakui adanya pemerintahan Kristus secara literal. Mereka percaya bahwa masa millenium itu
bersifat rohani, bukan jasmani. Hanya
saja mereka mempunyai konsep yang berbeda dengan dua pandangan lain dari
premilenialisme maupun postmillenialisme.
“Jadi, “A” dalam A-millenium itu, bukan berarti tidak ada, melainkan
artinya tidak sama.”[4]
Kaum amillenium menegaskan bahwa “millenium” bersifat
rohani atau kiasan saja. Hal demikian
juga didukung oleh Sutoyo L.Siregar dengan mengatakan bahwa sebenarnya
Amillenialisme hanya bersifat simbolis dan tidak ada kerajaan seribu tahun
dalam arti harfiah. Pada dasarnya
pandangan mereka menolak pernyataan mengenai pemerintahan Kristus di dunia ini
secara literal. Seribu tahun merupakan
figuratif yang melukiskan kehadiran periode ini yang sudah dan sedang berjalan
dari masa kebangkitan Kristus sampai hari kedatangan-Nya yang kedua kali. Sehingga dapat dikatakan bahwa sekarang ini
juga Kristus sedang memerintah di atas takhta-Nya secara rohani.[5]
Amillenialisme percaya bahwa kerajaan seribu tahun itu
telah dimulai sejak Yesus mengalahkan setan di kayu salib. Seribu tahun merupakan seluruh waktu dari
golgota hingga kedatangan-Nya yang kedua kali.
“Itu berarti tidak ada kerajaan Allah secara literal di bumi di masa
yang akan datang.”[6] Dengan demikian paham ini memang mempercayai
adanya pemerintahan Kristus yang sifatnya rohani dan bukan secara literal
sebagaimana dipahami oleh premillienialisme.
B. POLA PENAFSIRAN POSTMILLENIALISME
Pola
penafsiran Postmillenialisme mempercayai otoritas Alkitab dan pemberitaan Injil
yang akan berhasil. “Postmillenialisme adalah sebuah konsep atau pandangan di dalam agama Kristen yang mengatakan bahwa Kristus baru akan datang untuk
kedua kali ke dunia ini sesudah Kerajaan
Seribu Tahun.”[7]
Kaum
postmillenialisme percaya bahwa situasi dunia ini akan semakin membaik dan
sempurna seiring dekatnya dengan kedatangan Kristus untuk kedua kalinya. Seluruh umat manusia akan bertobat dan
percaya kepada Yesus sebagaimana dikatakan oleh Ryrie: “Kerajaan seribu tahun
sekarang sedang disebarluaskan di seluruh dunia dengan mengkhotbahkan Injil,
sehingga seluruh dunia akan dikristenkan bagi kerajaan seribu tahun. Setelah itu Kristus akan kembali.”[8] Di dalam postmillenialisme ada pengharapan
bahwa semua orang di seluruh dunia akan bertobat dan mau percaya kepada
Yesus.
Postmilenialisme adalah penafsiran pasal 20 kitab Wahyu dalam
Alkitab yang melihat kedatangan Kristus yang kedua kalinya sebagai sesuatu yang
terjadi sesudah (dalam bahasa Latin: post) Milenium, Zaman Keemasan atau zaman
kejayaan dan dominasi keKristenan. Masa seribu tahun dimengerti
sebagai bagian sejarah manusia, yaitu ketika Injil diberitakan dan mencapai
masa keemasan di dunia yang penuh dengan keadilan, kebenaran, dan
kesejahteraan.[9] Istilah ini mencakup beberapa pandangan yang serupa mengenai
akhir zaman, dan berlawanan dengan premilenialisme (pandangan bahwa kedatangan
Kristus yang kedua kalinya terjadi sebelum Kerajaan Seribu Tahun, dan bahwa
Kerajaan Seribu Tahun adalah pemerintahan selama 1.000 tahun secara harafiah)
dan, untuk tingkat yang lebih rendah, amilenialisme (tidak ada kerajaan seribu
tahun yang harafiah).[10]
Postmilenialisme merujuk pada kepercayaan bahwa Kristus akan
datang kembali setelah satu kurun waktu, tidak harus 1.000 tahun. Mereka yang
berpandangan demikian tidak menafsirkan nubuat yang belum digenapi dengan
menggunakan metode yang normal dan harafiah. Mereka percaya bahwa wahyu 20:4-6
tidak boleh dimengerti secara harafiah. Mereka
percaya bahwa 1.000 hanya sekedar berarti kurun waktu yang panjang.
Selanjutnya, awalan “post” dalam postmilenialisme menunjukkan pandangan bahwa
Kristus akan datang kembali setelah orang-orang Kristen (bukan Kristus sendiri)
mendirikan kerajaan di atas bumi.
Mereka yang memegang postmilenialisme percaya bahwa dunia
akan menjadi makin baik – tanpa memperdulikan bukti-bukti yang berlawanan – di
mana pada akhirnya seisi dunia akan menjadi Kristen. Setelah hal ini terjadi,
Kristus akan datang kembali. Namun ini bukanlah dunia pada akhir zaman
sebagaimana yang digambarkan oleh Alkitab. Dari kitab Wahyu mudahlah untuk
dilihat bahwa dunia akan menjadi tempat yang mengerikan di masa yang akan
datang. Juga dalam 2 Timotius 3:1-7 Paulus menggambarkan akhir zaman sebagai
“masa yang sukar.”
Para penganut postmilenialisme menggunakan metode
bukan-harafiah dalam menafsirkan nubuat, memberikan arti tersendiri pada
kata-kata. Masalahnya adalah ketika seseorang mulai memberi arti kepada
kata-kata yang digunakan tanpa memperdulikan arti yang biasa, orang itu bisa
menentukan sendiri dengan semaunya apa arti kata, frasa atau kalimat itu. Semua
obyektifitas mengenai arti kata itu hilang lenyap. Ketika kata kehilangan arti,
komunikasi berhenti. Namun ini bukanlah yang dikehendaki Allah untuk bahasa dan
komunikasi. Allah berkomunikasi kepada kita melalui firman yang tertulis, dan
arti yang obyektif dalam kata-kata sehingga ide dan pikiran dapat
dikomunikasikan.
Postmillenialisme menganut penafsiran
secara kiasan. Millenium dipahami
sebagai kerajaan rohani dalam hati manusia yang sedang berlangsung sekarang ini
di jaman gereja. Penafsiran Alkitab secara normal dan harafiah menolak
postmilenialisme dan berpegang pada penafsiran semua ayat Alkitab secara
normal, termasuk nubuat-nubuat yang belum digenapi. Mengenai penafsiran nubuat,
kita memiliki ratusan contoh Alkitab mengenai penggenapan nubuat-nubuat. Ambil
sebagai contoh nubuat-nubuat mengenai Kristus dalam Perjanjian Lama.
Nubuat-nubuat itu digenapi secara harafiah. Coba pertimbangkan kelahiran Yesus
dari anak dara (Yesaya 7:14; Matius 1:23). Juga pertimbangkan pula kematian-Nya
bagi dosa-dosa kita (Yesaya 53:4-9; 1 Petrus 2:24). Semua ini digenapi secara
harafiah. Hal ini merupakan alasan yang cukup untuk menganggap bahwa di masa
yang akan datang Allah akan terus menggenapi Firman-Nya secara harafiah,
nubuat-nubuat mengenai peristiwa-peristiwa di masa yang akan datang.[11]
Kapan tepatnya millenium dimulai tidak
diketahui dengan pasti, namun saat orang percaya kepada Kristus bertambah
banyak, maka masa itu telah memasuki masa keemasan “Millenium”. Saat parousia datang maka berakhirlah masa
kerajaan seribu tahun itu.[12] Pada bagian inilah terletak perbedaan antara
postmillenialisme dengan amillenialisme dan premillenialisme.
C. POLA PENAFSIRAN PREMILLENIALISME
Premillenialisme terbagi menjadi dua yaitu
premillenialisme historis dan premillenialisme dispensasional. Keduanya percaya bahwa parousia Kristus akan
diikuti pendirian “kerajaan seribu tahun” di bumi oleh Kristus. Dermawan S.Bone mengatakan:
“Penganut Premilenialium percaya bahwa Yesus akan datang untuk menjemput
dan membawa gereja-Nya ke surga sebelum kerajan seribu tahun. Ini juga berarti bahwa penganut paham ini
adalah mereka yang menerima secara hurufiah seluruh isi kitab Wahyu dan rencana
Allah di dalamnya serta percaya semuanya sungguh-sungguh akan digenapi.”[13]
Secara harafiah, premilenial berarti
“sebelum milenium”. Premilenialisme adalah ajaran yang menyatakan bahwa setelah
kedatangan Yesus yang kedua kali, Ia akan memerintah di bumi selama seribu
tahun sebelum penyempurnaan akhir karya pembebasan Allah dalam langit dan bumi
baru. “Para penganut premilenialisme menggunakan hermeneutika yang relatif dan
harfiah dalam menafsirkan kitab suci, khususnya mengenai apokaliptik. Ini
berarti kata-kata tersebut diartikan secara harfiah jika hal ini tidak menimbulkan
ketidaklogisan. Lebih lanjut para penganut premilenialisme menunjukkan
kecenderungan yang kuat terhadap penafsiran Wahyu yang futuristik.”[14]
Perbedaan antara kedua pandangan itu adalah persoalan tribulasi,
apakah gereja akan mengalami masa kesusahan atau tidak, pengangkatan gereja
(rapture) di awal atau di akhir masa tribulasi, parousia diawali dengan
tanda-tanda yang jelas atau tidak, dan kebangkitan akan mengikuti tribulasi
atau tidak.
Premilenialisme Historis
Pandangan premillenialisme historis ialah berdasarkan
penafsiran sejarah. Wongso menyatakan:
“... Penafsiran mereka adalah berdasarkan sejarah untuk menjelaskan
tanda-tanda kedatangan Kristus kedua kali, yakni melalui penggenapan dalam
Perjanjian Baru untuk menjelaskan perjanjian Lama. Roh Kudus yang telah menggerakkan penulis
Perjanjian Lama untuk menuliskan nubuat itu, telah mewahyukan rasul untuk
memberikan pengertian tentang tanda-tanda nubuat itu. Hal ini dijelaskan berdasarkan fakta
penggenapan nubuat yang lalu, serta menggunakan prinsip penafsiran yang dipakai
masa kini untuk menjelaskan nubuat yang belum tergenapi. Mereka memakai pengetahuan tentang riwayat
Yesus untuk menjelaskan lambang maupun nubuat tentang Mesias yang terdapat
dalam Perjanjian Lama. Kebanyakan metode
yang dipakai yakni secara harafiah..”[15]
Premillenialisme historis percaya bahwa semua janji
kepada Abraham dan keturunannya yang belum digenapi seperti janji Allah
mengenai tanah dari sungai Mesir sampai sungai Efrat akan digenapi pada masa
millenium.[16] Istilah khiliasme dipakai juga dalam paham
ini untuk menekankan kenikmatan dan kesenangan materi sebagaimana diharapkan dalam
kerajaan millenium. Mereka tidak
mempercayai adanya rapture atau kebangkitan orang mati sebelum masa
tribulasi. Kebangkitan akan terjadi
setelah masa tribulasi.[17] Kristus akan datang setelah masa tribulasi
untuk membangkitkan orang yang mati dalam Kristus dan mengangkat gereja-Nya.
Wahyu 20:1-6 ditafsir secara harfiah
dan progresif kronologis. Secara alamiah G.E. Ladd menyatakan : “ The only
place in the Bible that speaks of an actual millenium is the passage in
Revelation 20:1-6. Any millennial doctrine must be based upon the most natural
exegesis of the passage.” ”Progresif kronologis
memandang Wahyu 20 sebagai kelanjutan dari Wahyu 19. Karena Wahyu 19
menggambarkan kedatangan Kristus yang kedua kali, maka Wahyu 20 pasti
menceritakan kejadian-kejadian yang mengikuti kedatangan kedua tersebut. Kaum
premilenialis menafsirkan pengikatan setan, milenium, dan kedua kebangkitan
dalam Wahyu 20 secara harafiah.”
Bagi premilenialisme “pemerintahan
Kristus ada di bumi yang terbentuk oleh kedatangan-Nya yang kedua.” Maksud teologis pemerintahan ini menurut G.E. Ladd :
“Di mana kejahatan dibatasi dan kebenaran menguasai, yang tidak pernah terjadi
sebelumnya - jika akan ada saat keadilan sosial politis dan ekonomi terwujud,
saat manusia akan dapat diam bersama-sama dalam kedamaian dan kemakmuran di
bawah pemerintahan Kristus - jika sebelum pengadilan terakhir, Allah masih
mengaruniakan suatu suasana kehidupan sosial yang mendekati kesempurnaan kepada
manusia - namun setelah periode kebenaran itu berakhir, hati manusia yang belum
dilahirkan kembali terbukti masih tetap memberontak terhadap Allah, maka dalam
pengadilan akhir tahta putih nanti setiap mulut akan tersumbat sehingga manusia
akan tidak bisa berdalih lagi dan semuanya akan mengakui kemuliaan dan
kebenaran Allah.”
Kristus dan
gereja-Nya akan turun ke bumi untuk menghancurkan antrikristus dalam perang
hamagedon, Iblis dirantai dalam jurang maut (Wahyu 20:3). Maka mulailah millenium yang penuh damai dan
kebenaran di bumi. Setelah millenium
maka semua orang mati akan dibangkitkan.
Setelah itu diikuti dengan penghakiman terakhir dan penciptaan bumi dan
langit yang baru.[18]
Kaum ini
percaya bahwa Kristus akan datang secara kasat mata, personal, dan mulia. Kedatangan-Nya merupakan peristiwa
tunggal. Parousia akan didahului dengan
tanda-tanda yang jelas yaitu penyebaran Injil ke seluruh dunia, perang,
kemurtadan, kelaparan, gempa bumi, penampakkan antikristus, dan tribulasi.[19]
Premilenialisme
Dispensasional
Premillenialisme dispensasional percaya bahwa parousia
terjadi dalam dua tahap yaitu: di udara (Yesus tidak menginjakkan kaki di
bumi), dan di darat yaitu menginjakkan kaki-Nya di bumi untuk menghakimi
bangsa-bangsa dan mendirikan kerajaan-Nya. Pada kedatangan yang pertama akan
diikuti oleh terjadinya rapture bagi jemaat Tuhan supaya mereka tidak melewati
masa tribulasi di bumi. Setelah tujuh
tahun selesai masa tribulasi maka orang-orang percaya akan turun lagi bersama
dengan Tuhan Yesus menginjakkan kaki di bumi.[20]
Prinsip yang dipakai oleh penganut ini menurut Wongso
adalah penciptaan selama 6 hari. Tuhan
berkarya selama 6 hari dan pada hari yang ketujuh ia berhenti. Menurut mereka sejarah manusia di bumi adalah
7.000 tahun. [21]
Menurut premilenialisme, sejumlah peristiwa akan mendahului
kedatangan Kristus, yaitu: penginjilan kepada bangsa-bangsa, masa kesusahan,
murtad atau pemberontakan yang hebat, dan munculnya satu pribadi antikristus.
Gereja harus melewati seluruh kesusahan akhir ini. Kedatangan Kristus yang
kedua tidak akan terjadi dalam dua tahap, melainkan hanya satu peristiwa saja.
Ketika Kristus datang kembali, orang-orang percaya yang telah mati akan
dibangkitkan, orang-orang percaya yang masih hidup akan diubahkan dan
dimuliakan, dan sete1ah itu kedua kelompok orang percaya ini akan diangkat
bersama-sama untuk bertemu dengan Tuhan di awan-awan . Setelah perjumpaan
ini, orang-orang percaya akan mendampingi Kristus turun ke bumi.
Setelah Kristus turun ke bumi,
antikristus akan dibinasakan dan pemerintahannya akan diakhiri. Baik pada masa
ini atau sebelumnya, sejumlah besar orang Yahudi akan bertobat, percaya kepada
Kristus sebagai Mesias, dan diselamatkan; pertobatan orang-orang Yahudi ini
akan menjadi ber yang besar bagi dunia.
Setelah peristiwa itu, Kristus menegakkan Kerajaan-Nya
di bumi selama seribu tahun. Secara kasatmata, Tuhan Yesus akan memerintah atas
seluruh bumi
bersama-sama dengan orang percaya - yang terdiri dari orang-orang Yahudi dan bangsa-bangsa lain. Meskipun
orangorang Yahudi bertobat belakangan, yaitu setelah dikumpulkannya jumlah yang
penuh dari bangsa-bangsa lain, namun mereka bukanlah dua kelompok yang berbeda,
sebab hanya ada satu umat Allah. Mereka yang memerintah bersama-sama dengan
Kristus selama seribu tahun itu adalah mereka yang baru dibangkitkan dan mereka
yang masih hidup ketika Kristus datang. Bangsa-bangsa yang tidak percaya kepada
Kristus, yang masih ada pada masa seribu tahun tersebut, akan duduk di bawah
pemerintahan Kristus.
Milenium
sebagaimana digambarkan di atas, bukanlah keadaan akhir (final state), sebab dosa dan kematian masih
tetap ada. Namun demiki kejahatan akan sangat dibatasi, dan sebaliknya
kebenaran akan menguasai seluruh bumi seperti belum pernah terjadi sebelumnya.
Ini adalah zaman yang penuh keadilan sosial, politik, dan ekonomi, serta damai
dan kemakmuran. Bahkan alam pun akan
merefleksikan berkat-berkat pada zaman tersebut; bumi akan menjadi sangat subur
dan padang gurun akan bersemi dengan mawar.
Namun demikian, menjelang milenium
berakhir, Iblis, yang selama masa tersebut diikat, akan dilepaskan lagi dan
kembali menyesatkan bangsa-bangsa. Ia akan mengumpulkan bangsa-bangsa yang
tidak percaya untuk mengadakan perang Gog dan Magog, dan akan memimpin
orang-orang fasik untuk menyerang "kemah orang-orang kudus." Namun api
akan turun dari sorga, atas orang-orang durhaka, dan Ihlis akan dicampakkan ke
dalam "lautan api."
Di akhir dari milenium akan terjadi
kebangkitan orang-orang fasik dari kematian. Hal ini akan diikuti oleh
penghakiman, namun bukan penghakiman akhir di mana semua umat manusia, baik
yang percaya maupun tidak, akan dihakimi di hadapan sebuah takhta putih yang
mulia. Mereka yang namanya tertulis dalam kitab kehidupan akan masuk ke dalam
kehidupan kekal, sedangkan mereka yang namanya tidak terdapat dalam kitab
tersebut, akan dilemparkan ke dalam lautan api. Setelah semuanya itu, maka
semua umat manusia akan masuk ke dalam keadaan akhir: orang-orang yang tidak
percaya akan menjalani penghukuman kekal di dalam neraka, sedangkan orang-orang
yang percaya akan hidup selama-lamanya dalam bumi yang baru, yang telah
disucikan dari segala kejahatan.
Demikianlah
ketiga pola penafsiran kitab wahyu menurut Amillenialisme, Postmillenialiasme
dan Premillenialisme. Masing-masing
memiliki dasar yang benar menurut pandangan mereka.
[1] Ioanes Rakhmat. 2007. 'Tiga
Pandangan Tentang Kerajaan "Seribu Tahun"' dalam Berteologi di Tengah Perubahan, ed.
Natanael Setiadi. Jakarta: KPT GKI. Hlm. 89-90
[3].
http://kireniuswdiktuss.blogspot.com/2013/07/apa-itu-amilenialisme.html
[4] Peter Wongso, Hermeneutika Eskatologi, (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara,
1989), hlm.201.
[5] Sutoyo L.Sigar, Kristus dan Akhir Zaman, (tt:
Sekolah Alkitab Baptis, 1997), hlm.62
[6] Louis Berkhof, Systematic Theology, (Grand Rapids: wm. B. Erdmans Publishing Company,
1941), hlm. 708.
[8] Charles C. Ryrie, Teologi Dasar, buku 2, (Yogyakarta: Yayasan Andi, 1997), hlm.250.
[9] James Leo Garrett, Systematic Theology, Volume 2, (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans
Publishing Company, 1995). 2.760.
[10] http://www.gotquestions.org/Indonesia/postmilenialisme.html
[11] http://www.gotquestions.org/Indonesia/postmilenialisme.html
[12] Wongso, Ibid., hlm. 182.
[13] Darmawan S. Bone, Memerintah Sebagai Raja, (Tenggarong: Sekolah Tinggi Tenggarong,
1998), hlm. 27.
[15] Wongso, Ibid., hlm. 47.
[16] Ryrie, Ibid., hlm.264
[17] R.J Baukham, “Eskatologi”, dalam
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, red. J.D. Douglas, dkk., 2 jilid (Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1999), hlm. 1920.
[18] Berkhof, Ibid., hlm. 96
[19] Ibid., 143.
[20] Berkhof, Ibid., 98-99