Rabu, 20 Mei 2015

POLA-POLA PENAFSIRAN AMILLENIALISME, POSTMILLENIALISME DAN PREMILLENIALISME ATAS KITAB WAHYU

POLA-POLA PENAFSIRAN AMILLENIALISME, POSTMILLENIALISME DAN PREMILLENIALISME ATAS KITAB WAHYU

Kedatangan Kristus yang kedua kali merupakan hal yang penting di dalam kekristenan.  Sebagaimana dipaparkan dalam kitab Wahyu 20:1-6 mengenai kerajaan seribu tahun.  Hal telah menarik perhatian para teolog sehingga pada akhirnya memiliki pandangan yang berbeda-beda.  Perbedaan paham masing-masing kelompok baik amillenialisme, postmillenialisme dan premillenialisme merupakan dampak dari kepercayaan dan tafsiran para teolog tersebut atas kerajaan seribu tahun.
Kerajaan Seribu Tahun dimaknai oleh sebagian orang Kristen sebagai periode literal di mana di dalamnya terdapat situasi yang damai dan makmur yang akan terjadi selama 1000 tahun.  Sebagian lainnya menafsirkan Kerajaan Seribu Tahun secara simbolis dan tidak membatasinya dalam kurun waktu tertentu.  Mereka meyakini bahwa kerajaan 1000 tahun akan berakhir pada kedatangan Yesus yang kedua, kebangkitan orang mati, dan penghakiman terakhir.  
Akhir zaman sudah meluas di dalam dunia melalui pemberitaan injil, dan karya penyelamatan dari Roh Kudus pada setiap pribadi yang percaya. Orang-orang pun akan tampak, dan pada akhirnya dalam periode waktu yang panjang Kristus akan datang membawa damai dan sebuah kebenaran yang mutlak. Kedatangan Kristus akan diikuti segera dengan kebangkitan umum, penghakiman secara umum dan dunia baru dari surga serta neraka dalam kesempurnaannya.  
A.   POLA PENAFSIRAN AMILENIALISME
Amilenialisme adalah istilah bagi ajaran yang meyakini bahwa kerajaan seribu tahun itu tidak ada.[1]  Para penganut pandangan ini menolak ajaran pra-milenialisme maupun postmilenialisme.  Mereka memercayai bahwa sebelum kedatangan Kristus yang kedua, maupun masa sesudah kedatangannya, dunia akan berisi kejahatan dan kebaikan sekaligus. Menurut pandangan Amilenialisme, pada masa kini Kerajaan Allah sudah hadir melalui pemerintahan Kristus dari sorga, pesan-pesan Alkitab, karya pelayanan gereja, dan pekerjaan Roh Kudus. Kemudian nanti akan datang masa "Kesengsaraan Besar" (tribulasi) yang akan dialami hingga kedatangan kembali Kristus di dunia yang waktunya tidak diketahui.[2]
“Sebenarnya istilah amillenialisme bukanlah istilah yang tepat. Istilah ini memberikan kesan bahwa orang-orang amilenialis adalah mereka yang tidak mempercayai adanya milenium atau orang-orang yang mengabaikan enam ayat pertama dari Wahyu 20, yaitu bagian yang berbicara tentang pemerintahan milenium.  Kedua tuduhan ini tidak benar. meskipun memang harus diakui bahwa orang amilenialis tidak mempercayai adanya pemerintahan seribu tahun secara harafiah yang mengikuti kedatangan Yesus Kristus kembali, namun tetap istilah amilenialisme itu sendiri bukanlah istilah yang akurat untuk menjelaskan pandangan mereka.
Jay E. Adams, dalam bukunya The Times is at Hand, mengusulkan agar istilah
amilenialisme diganti dengan istilah  milenialisme yang telah terwujud (realized millennialism). Istilah adams ini sebenarnya lebih mewaliki pandangan orang-orang "amilenialisme" sebab pada hakikatnya amilenialis percaya bahwa milenium yang disebutkan dalam Wahyu 20 tidak secara eksklusif menunjuk kepada masa yang akan datang, melainkan sekarang ini sedang dalam proses untuk tergenapi. namun demikian istilah milenialisme yang telah terwujud terasa agak janggal., disamping juga tidak menguntungkan. sebab itu istilah yang lebih singkat  dan lebih umum yang dipakai ialah amilenialisme.[3]

Pandangan amillenialis tidak bermaksud menentang doktrin millenium.  Mereka hanya tidak percaya dan tidak mengakui adanya pemerintahan Kristus secara literal.  Mereka percaya bahwa masa millenium itu bersifat rohani, bukan jasmani.  Hanya saja mereka mempunyai konsep yang berbeda dengan dua pandangan lain dari premilenialisme maupun postmillenialisme.  “Jadi, “A” dalam A-millenium itu, bukan berarti tidak ada, melainkan artinya tidak sama.”[4]
Kaum amillenium menegaskan bahwa “millenium” bersifat rohani atau kiasan saja.  Hal demikian juga didukung oleh Sutoyo L.Siregar dengan mengatakan bahwa sebenarnya Amillenialisme hanya bersifat simbolis dan tidak ada kerajaan seribu tahun dalam arti harfiah.  Pada dasarnya pandangan mereka menolak pernyataan mengenai pemerintahan Kristus di dunia ini secara literal.  Seribu tahun merupakan figuratif yang melukiskan kehadiran periode ini yang sudah dan sedang berjalan dari masa kebangkitan Kristus sampai hari kedatangan-Nya yang kedua kali.  Sehingga dapat dikatakan bahwa sekarang ini juga Kristus sedang memerintah di atas takhta-Nya secara rohani.[5]
Amillenialisme percaya bahwa kerajaan seribu tahun itu telah dimulai sejak Yesus mengalahkan setan di kayu salib.  Seribu tahun merupakan seluruh waktu dari golgota hingga kedatangan-Nya yang kedua kali.  “Itu berarti tidak ada kerajaan Allah secara literal di bumi di masa yang akan datang.”[6]  Dengan demikian paham ini memang mempercayai adanya pemerintahan Kristus yang sifatnya rohani dan bukan secara literal sebagaimana dipahami oleh premillienialisme.
B.   POLA PENAFSIRAN POSTMILLENIALISME
Pola penafsiran Postmillenialisme mempercayai otoritas Alkitab dan pemberitaan Injil yang akan berhasil.  “Postmillenialisme adalah sebuah konsep atau pandangan di dalam agama Kristen yang mengatakan bahwa Kristus baru akan datang untuk kedua kali ke dunia ini sesudah Kerajaan Seribu Tahun.[7] 
Kaum postmillenialisme percaya bahwa situasi dunia ini akan semakin membaik dan sempurna seiring dekatnya dengan kedatangan Kristus untuk kedua kalinya.  Seluruh umat manusia akan bertobat dan percaya kepada Yesus sebagaimana dikatakan oleh Ryrie: “Kerajaan seribu tahun sekarang sedang disebarluaskan di seluruh dunia dengan mengkhotbahkan Injil, sehingga seluruh dunia akan dikristenkan bagi kerajaan seribu tahun.  Setelah itu Kristus akan kembali.”[8]  Di dalam postmillenialisme ada pengharapan bahwa semua orang di seluruh dunia akan bertobat dan mau percaya kepada Yesus. 
Postmilenialisme adalah penafsiran pasal 20 kitab Wahyu dalam Alkitab yang melihat kedatangan Kristus yang kedua kalinya sebagai sesuatu yang terjadi sesudah (dalam bahasa Latin: post) Milenium, Zaman Keemasan atau zaman kejayaan dan dominasi keKristenan.  Masa seribu tahun dimengerti sebagai bagian sejarah manusia, yaitu ketika Injil diberitakan dan mencapai masa keemasan di dunia yang penuh dengan keadilan, kebenaran, dan kesejahteraan.[9] Istilah ini mencakup beberapa pandangan yang serupa mengenai akhir zaman, dan berlawanan dengan premilenialisme (pandangan bahwa kedatangan Kristus yang kedua kalinya terjadi sebelum Kerajaan Seribu Tahun, dan bahwa Kerajaan Seribu Tahun adalah pemerintahan selama 1.000 tahun secara harafiah) dan, untuk tingkat yang lebih rendah, amilenialisme (tidak ada kerajaan seribu tahun yang harafiah).[10]
Postmilenialisme merujuk pada kepercayaan bahwa Kristus akan datang kembali setelah satu kurun waktu, tidak harus 1.000 tahun. Mereka yang berpandangan demikian tidak menafsirkan nubuat yang belum digenapi dengan menggunakan metode yang normal dan harafiah. Mereka percaya bahwa wahyu 20:4-6 tidak boleh dimengerti secara harafiah.  Mereka percaya bahwa 1.000 hanya sekedar berarti kurun waktu yang panjang. Selanjutnya, awalan “post” dalam postmilenialisme menunjukkan pandangan bahwa Kristus akan datang kembali setelah orang-orang Kristen (bukan Kristus sendiri) mendirikan kerajaan di atas bumi.
Mereka yang memegang postmilenialisme percaya bahwa dunia akan menjadi makin baik – tanpa memperdulikan bukti-bukti yang berlawanan – di mana pada akhirnya seisi dunia akan menjadi Kristen. Setelah hal ini terjadi, Kristus akan datang kembali. Namun ini bukanlah dunia pada akhir zaman sebagaimana yang digambarkan oleh Alkitab. Dari kitab Wahyu mudahlah untuk dilihat bahwa dunia akan menjadi tempat yang mengerikan di masa yang akan datang. Juga dalam 2 Timotius 3:1-7 Paulus menggambarkan akhir zaman sebagai “masa yang sukar.”
Para penganut postmilenialisme menggunakan metode bukan-harafiah dalam menafsirkan nubuat, memberikan arti tersendiri pada kata-kata. Masalahnya adalah ketika seseorang mulai memberi arti kepada kata-kata yang digunakan tanpa memperdulikan arti yang biasa, orang itu bisa menentukan sendiri dengan semaunya apa arti kata, frasa atau kalimat itu. Semua obyektifitas mengenai arti kata itu hilang lenyap. Ketika kata kehilangan arti, komunikasi berhenti. Namun ini bukanlah yang dikehendaki Allah untuk bahasa dan komunikasi. Allah berkomunikasi kepada kita melalui firman yang tertulis, dan arti yang obyektif dalam kata-kata sehingga ide dan pikiran dapat dikomunikasikan.
Postmillenialisme menganut penafsiran secara kiasan.  Millenium dipahami sebagai kerajaan rohani dalam hati manusia yang sedang berlangsung sekarang ini di jaman gereja.  Penafsiran Alkitab secara normal dan harafiah menolak postmilenialisme dan berpegang pada penafsiran semua ayat Alkitab secara normal, termasuk nubuat-nubuat yang belum digenapi. Mengenai penafsiran nubuat, kita memiliki ratusan contoh Alkitab mengenai penggenapan nubuat-nubuat. Ambil sebagai contoh nubuat-nubuat mengenai Kristus dalam Perjanjian Lama. Nubuat-nubuat itu digenapi secara harafiah. Coba pertimbangkan kelahiran Yesus dari anak dara (Yesaya 7:14; Matius 1:23). Juga pertimbangkan pula kematian-Nya bagi dosa-dosa kita (Yesaya 53:4-9; 1 Petrus 2:24). Semua ini digenapi secara harafiah. Hal ini merupakan alasan yang cukup untuk menganggap bahwa di masa yang akan datang Allah akan terus menggenapi Firman-Nya secara harafiah, nubuat-nubuat mengenai peristiwa-peristiwa di masa yang akan datang.[11]
Kapan tepatnya millenium dimulai tidak diketahui dengan pasti, namun saat orang percaya kepada Kristus bertambah banyak, maka masa itu telah memasuki masa keemasan “Millenium”.  Saat parousia datang maka berakhirlah masa kerajaan seribu tahun itu.[12]  Pada bagian inilah terletak perbedaan antara postmillenialisme dengan amillenialisme dan premillenialisme. 
C.   POLA PENAFSIRAN PREMILLENIALISME
Premillenialisme terbagi menjadi dua yaitu premillenialisme historis dan premillenialisme dispensasional.  Keduanya percaya bahwa parousia Kristus akan diikuti pendirian “kerajaan seribu tahun” di bumi oleh Kristus.  Dermawan S.Bone mengatakan:
“Penganut Premilenialium percaya bahwa Yesus akan datang untuk menjemput dan membawa gereja-Nya ke surga sebelum kerajan seribu tahun.  Ini juga berarti bahwa penganut paham ini adalah mereka yang menerima secara hurufiah seluruh isi kitab Wahyu dan rencana Allah di dalamnya serta percaya semuanya sungguh-sungguh akan digenapi.”[13]

Secara harafiah, premilenial berarti “sebelum milenium”. Premilenialisme adalah ajaran yang menyatakan bahwa setelah kedatangan Yesus yang kedua kali, Ia akan memerintah di bumi selama seribu tahun sebelum penyempurnaan akhir karya pembebasan Allah dalam langit dan bumi baru. “Para penganut premilenialisme menggunakan hermeneutika yang relatif dan harfiah dalam menafsirkan kitab suci, khususnya mengenai apokaliptik. Ini berarti kata-kata tersebut diartikan secara harfiah jika hal ini tidak menimbulkan ketidaklogisan. Lebih lanjut para penganut premilenialisme menunjukkan kecenderungan yang kuat terhadap penafsiran Wahyu yang futuristik.”[14]
Perbedaan antara kedua pandangan itu adalah persoalan tribulasi, apakah gereja akan mengalami masa kesusahan atau tidak, pengangkatan gereja (rapture) di awal atau di akhir masa tribulasi, parousia diawali dengan tanda-tanda yang jelas atau tidak, dan kebangkitan akan mengikuti tribulasi atau tidak.
Premilenialisme Historis
Pandangan premillenialisme historis ialah berdasarkan penafsiran sejarah.  Wongso menyatakan:
“... Penafsiran mereka adalah berdasarkan sejarah untuk menjelaskan tanda-tanda kedatangan Kristus kedua kali, yakni melalui penggenapan dalam Perjanjian Baru untuk menjelaskan perjanjian Lama.  Roh Kudus yang telah menggerakkan penulis Perjanjian Lama untuk menuliskan nubuat itu, telah mewahyukan rasul untuk memberikan pengertian tentang tanda-tanda nubuat itu.  Hal ini dijelaskan berdasarkan fakta penggenapan nubuat yang lalu, serta menggunakan prinsip penafsiran yang dipakai masa kini untuk menjelaskan nubuat yang belum tergenapi.  Mereka memakai pengetahuan tentang riwayat Yesus untuk menjelaskan lambang maupun nubuat tentang Mesias yang terdapat dalam Perjanjian Lama.  Kebanyakan metode yang dipakai yakni secara harafiah..”[15]

Premillenialisme historis percaya bahwa semua janji kepada Abraham dan keturunannya yang belum digenapi seperti janji Allah mengenai tanah dari sungai Mesir sampai sungai Efrat akan digenapi pada masa millenium.[16]  Istilah khiliasme dipakai juga dalam paham ini untuk menekankan kenikmatan dan kesenangan materi sebagaimana diharapkan dalam kerajaan millenium.  Mereka tidak mempercayai adanya rapture atau kebangkitan orang mati sebelum masa tribulasi.  Kebangkitan akan terjadi setelah masa tribulasi.[17]  Kristus akan datang setelah masa tribulasi untuk membangkitkan orang yang mati dalam Kristus dan mengangkat gereja-Nya.
Wahyu 20:1-6 ditafsir secara harfiah dan progresif kronologis. Secara alamiah G.E. Ladd menyatakan : “ The only place in the Bible that speaks of an actual millenium is the passage in Revelation 20:1-6. Any millennial doctrine must be based upon the most natural exegesis of the passage.” ”Progresif kronologis memandang Wahyu 20 sebagai kelanjutan dari Wahyu 19. Karena Wahyu 19 menggambarkan kedatangan Kristus yang kedua kali, maka Wahyu 20 pasti menceritakan kejadian-kejadian yang mengikuti kedatangan kedua tersebut. Kaum premilenialis menafsirkan pengikatan setan, milenium, dan kedua kebangkitan dalam Wahyu 20 secara harafiah.”
Bagi premilenialisme “pemerintahan Kristus ada di bumi yang terbentuk oleh kedatangan-Nya yang kedua.” Maksud teologis pemerintahan ini menurut G.E. Ladd : “Di mana kejahatan dibatasi dan kebenaran menguasai, yang tidak pernah terjadi sebelumnya - jika akan ada saat keadilan sosial politis dan ekonomi terwujud, saat manusia akan dapat diam bersama-sama dalam kedamaian dan kemakmuran di bawah pemerintahan Kristus - jika sebelum pengadilan terakhir, Allah masih mengaruniakan suatu suasana kehidupan sosial yang mendekati kesempurnaan kepada manusia - namun setelah periode kebenaran itu berakhir, hati manusia yang belum dilahirkan kembali terbukti masih tetap memberontak terhadap Allah, maka dalam pengadilan akhir tahta putih nanti setiap mulut akan tersumbat sehingga manusia akan tidak bisa berdalih lagi dan semuanya akan mengakui kemuliaan dan kebenaran Allah.”
Kristus dan gereja-Nya akan turun ke bumi untuk menghancurkan antrikristus dalam perang hamagedon, Iblis dirantai dalam jurang maut (Wahyu 20:3).  Maka mulailah millenium yang penuh damai dan kebenaran di bumi.  Setelah millenium maka semua orang mati akan dibangkitkan.  Setelah itu diikuti dengan penghakiman terakhir dan penciptaan bumi dan langit yang baru.[18]
Kaum ini percaya bahwa Kristus akan datang secara kasat mata, personal, dan mulia.   Kedatangan-Nya merupakan peristiwa tunggal.  Parousia akan didahului dengan tanda-tanda yang jelas yaitu penyebaran Injil ke seluruh dunia, perang, kemurtadan, kelaparan, gempa bumi, penampakkan antikristus, dan tribulasi.[19]
Premilenialisme Dispensasional
Premillenialisme dispensasional percaya bahwa parousia terjadi dalam dua tahap yaitu: di udara (Yesus tidak menginjakkan kaki di bumi), dan di darat yaitu menginjakkan kaki-Nya di bumi untuk menghakimi bangsa-bangsa dan mendirikan kerajaan-Nya. Pada kedatangan yang pertama akan diikuti oleh terjadinya rapture bagi jemaat Tuhan supaya mereka tidak melewati masa tribulasi di bumi.  Setelah tujuh tahun selesai masa tribulasi maka orang-orang percaya akan turun lagi bersama dengan Tuhan Yesus menginjakkan kaki di bumi.[20]
Prinsip yang dipakai oleh penganut ini menurut Wongso adalah penciptaan selama 6 hari.  Tuhan berkarya selama 6 hari dan pada hari yang ketujuh ia berhenti.  Menurut mereka sejarah manusia di bumi adalah 7.000 tahun. [21]
Menurut premilenialisme, sejumlah peristiwa akan mendahului kedatangan Kristus, yaitu: penginjilan kepada bangsa-bangsa, masa kesusahan, murtad atau pemberontakan yang hebat, dan munculnya satu pribadi antikristus. Gereja harus melewati seluruh kesusahan akhir ini. Kedatangan Kristus yang kedua tidak akan terjadi dalam dua tahap, melainkan hanya satu peristiwa saja. Ketika Kristus datang kembali, orang-orang percaya yang telah mati akan dibangkitkan, orang-orang percaya yang masih hidup akan diubahkan dan dimuliakan, dan sete1ah itu kedua kelompok orang percaya ini akan diangkat bersama-sama untuk bertemu dengan Tuhan di awan-awan . Setelah perjumpaan ini, orang-orang percaya akan mendampingi Kristus turun ke bumi. 
Setelah Kristus turun ke bumi, antikristus akan dibinasakan dan pemerintahannya akan diakhiri. Baik pada masa ini atau sebelumnya, sejumlah besar orang Yahudi akan bertobat, percaya kepada Kristus sebagai Mesias, dan diselamatkan; pertobatan orang-orang Yahudi ini akan menjadi ber yang besar bagi dunia. 
Setelah peristiwa itu, Kristus menegakkan Kerajaan-Nya di bumi selama seribu tahun. Secara kasatmata, Tuhan Yesus akan memerintah atas seluruh bumi bersama-sama dengan orang percaya - yang terdiri dari orang-orang Yahudi dan bangsa-bangsa lain. Meskipun orangorang Yahudi bertobat belakangan, yaitu setelah dikumpulkannya jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain, namun mereka bukanlah dua kelompok yang berbeda, sebab hanya ada satu umat Allah. Mereka yang memerintah bersama-sama dengan Kristus selama seribu tahun itu adalah mereka yang baru dibangkitkan dan mereka yang masih hidup ketika Kristus datang. Bangsa-bangsa yang tidak percaya kepada Kristus, yang masih ada pada masa seribu tahun tersebut, akan duduk di bawah pemerintahan Kristus. 
Milenium sebagaimana digambarkan di atas, bukanlah keadaan akhir (final state), sebab dosa dan kematian masih tetap ada. Namun demiki kejahatan akan sangat dibatasi, dan sebaliknya kebenaran akan menguasai seluruh bumi seperti belum pernah terjadi sebelumnya. Ini adalah zaman yang penuh keadilan sosial, politik, dan ekonomi, serta damai dan kemakmuran. Bahkan alam pun akan merefleksikan berkat-berkat pada zaman tersebut; bumi akan menjadi sangat subur dan padang gurun akan bersemi dengan mawar. 
Namun demikian, menjelang milenium berakhir, Iblis, yang selama masa tersebut diikat, akan dilepaskan lagi dan kembali menyesatkan bangsa-bangsa. Ia akan mengumpulkan bangsa-bangsa yang tidak percaya untuk mengadakan perang Gog dan Magog, dan akan memimpin orang-orang fasik untuk menyerang "kemah orang-orang kudus." Namun api akan turun dari sorga, atas orang-orang durhaka, dan Ihlis akan dicampakkan ke dalam "lautan api." 
Di akhir dari milenium akan terjadi kebangkitan orang-orang fasik dari kematian. Hal ini akan diikuti oleh penghakiman, namun bukan penghakiman akhir di mana semua umat manusia, baik yang percaya maupun tidak, akan dihakimi di hadapan sebuah takhta putih yang mulia. Mereka yang namanya tertulis dalam kitab kehidupan akan masuk ke dalam kehidupan kekal, sedangkan mereka yang namanya tidak terdapat dalam kitab tersebut, akan dilemparkan ke dalam lautan api. Setelah semuanya itu, maka semua umat manusia akan masuk ke dalam keadaan akhir: orang-orang yang tidak percaya akan menjalani penghukuman kekal di dalam neraka, sedangkan orang-orang yang percaya akan hidup selama-lamanya dalam bumi yang baru, yang telah disucikan dari segala kejahatan. 
Demikianlah ketiga pola penafsiran kitab wahyu menurut Amillenialisme, Postmillenialiasme dan Premillenialisme.  Masing-masing memiliki dasar yang benar menurut pandangan mereka. 



[1] Ioanes Rakhmat. 2007. 'Tiga Pandangan Tentang Kerajaan "Seribu Tahun"' dalam Berteologi di Tengah Perubahan, ed. Natanael Setiadi. Jakarta: KPT GKI. Hlm. 89-90
[2] Ol: diakses tanggal 15/05/2015. http://id.wikipedia.org/wiki/Amilenialisme#cite_note-Rakhmat-1
[3]. http://kireniuswdiktuss.blogspot.com/2013/07/apa-itu-amilenialisme.html

[4] Peter Wongso, Hermeneutika Eskatologi, (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1989), hlm.201.
[5]  Sutoyo L.Sigar, Kristus dan Akhir Zaman, (tt: Sekolah Alkitab Baptis, 1997), hlm.62
[6] Louis Berkhof, Systematic Theology, (Grand Rapids: wm. B. Erdmans Publishing Company, 1941), hlm. 708.
[7] Henk Ten Napel. 1996. Kamus Teologi Inggris-Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 250.
[8] Charles C. Ryrie, Teologi Dasar, buku 2, (Yogyakarta: Yayasan Andi, 1997), hlm.250.
[9] James Leo Garrett, Systematic Theology, Volume 2, (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Company, 1995). 2.760.
[10] http://www.gotquestions.org/Indonesia/postmilenialisme.html
[11] http://www.gotquestions.org/Indonesia/postmilenialisme.html
[12] Wongso, Ibid., hlm. 182.
[13] Darmawan S. Bone, Memerintah Sebagai Raja, (Tenggarong: Sekolah Tinggi Tenggarong, 1998), hlm. 27.
[14] http://nyuliastomo.blogspot.com/2008/08/pandangan-kontemporer-tentang-kerajaan_7074.html
[15] Wongso, Ibid., hlm. 47.
[16] Ryrie, Ibid., hlm.264
[17] R.J Baukham, “Eskatologi”, dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, red. J.D. Douglas, dkk., 2 jilid (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1999), hlm. 1920.
[18] Berkhof, Ibid., hlm. 96
[19] Ibid., 143.
[20] Berkhof, Ibid., 98-99
[21][21] Wongso, Ibid., 50.

Rabu, 06 Mei 2015

IMUNISASI PCV

Bagi pengalaman buat para bunda yang ingin tahu tentang imunisasi pcv.
Kami sekeluarga jarang ikut imunisasi karena kurangnya pemahaman dari orangtua kami mengenai imunisasi. Syukurlah karena suami saya mendukung imunisasi untuk anak meskipun menguras dompet. Tapi percayalah bahwa semua itu jauh lebih kecil dibanding kesehatan anak kita.

Anak saya umur 4 bulan baru imunisasi pcv. Hal ini terjadi karena saya banyak pertimbangan. Dan setelah suami saya pulang dari luar negeri (kebetulan suamiku pelaut). 
Kami baru menghubungi Dokter Spesial Anak (Dsa) untuk mengkonsultasikan apakah anak kami masih bisa vaksin pcv, alhasil ternyata masih bisa.

Setiap kali vaksin pcv harganya lumayan, di dsa anak saya Rp.750.000,- Meskipun banyak yang kurang setuju dengan vaksin yang mahal ini, namun kami melakukannya dengan semangat.

Makin hari anak saya makin bertumbuh sehat, tidak gampang tertular penyakit.  Bahkan ketika Ibu saya mengalami infeksi paru-paru yang parah, Ibu saya tidur bersama aku dan anakku, tetapi puji Tuhan karena anak saya tidak tertular.
Dengan demikian, saya himbau untuk kita semua supaya melengkapi vaksin atau imunisasi anak sebelum terlambat.

Secara singkat, kegunaan imunisasi pcv ini adalah untuk mencegah si anak menderita atau tertular penyakit paru-paru yang mematikan. Karena penyakit pneumonia ini sangat berbahaya.
Ya memang perlu berdoa dan beriman bahwa Allah akan menjaga anak kita, tetapi ada baiknya juga kita berusaha untuk memeliharanya.

Imunisasi PCV atau Prevnar 13 adalah salah satu vaksin pneumokokkus yang diberikan pada bayi dan anak untuk mencegah infeksi Streptococcus pneumonia, bakteri penyebab penyakit IPD (invasive pneumococcal diseases). Prevnar-13 (PCV-13) mengandung 13 serotipe Streptococcus pneumonia, yaitu serotipe 1, 3, 4, 5, 6A, 6B, 7F, 9V, 14, 18C, 19A , 19F dan 23F. Prevnar 13 saat ini sudah tersedia di Indonesia. 
KOMPOSISI, Setiap 0,5 ml Prevnar 13 mengandung antigen Streptococcus pneumonia serotipe 1, 3, 4, 5, 6A, 6B, 7F, 9V, 14, 18C, 19A , 19F dan 23F. 

INDIKASI
 
Prevnar 13 atau disebut juga PCV-13 diindikasikan untuk imunisasi aktif untuk mencegah penyakit IPD (invasive pneumococcal disease) yang disebabkan oleh Streptococcus pneumonia.
 

DOSIS DAN CARA PEMBERIAN
 
Prevenar diberikan dengan cara disuntikkan intramuskular (disuntikkan pada otot) dipaha (anak di bawah 1 tahun) atau di lengan atas (anak besar/dewasa). Imunisasi Prevnar 13 diberikan 4 kali pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan 12 – 15 bulan. Dosis setiap pemberian adalah 0,5 ml.
 

KONTRAINDIKASI
 
Kontraindikasi pemberian Prevnar 13 adalah :
 

  • Reaksi alergi berat (seperti reaksi anafilaksis) terhadap salah satu komponen vaksin Prevnar 13.
  • Reaksi alergi berat terhadap vaksin yang mengandung toksoid difteri.